Belajar Bahasa Jepang Lewat Nodame Cantabile

Zaman Prasejarah di Jepang

皆さんこんにちは , kali ini saya akan menerjemahkan dari website Britannica yang membahas mengenai Zaman Prasejarah Jepang. Untuk artikel aslinya, mina san bisa membacanya di ARTIKEL INI.

Zaman Prasejarah di Jepang

Zaman Sebelum Tembikar (Pre-Ceramic Culture)

Tidak diketahui kapan manusia pertama kali menetap di kepulauan Jepang. Sudah lama orang-orang percaya bahwa tidak ada manusia di zaman Paleolitik di Jepang, namun sejak Perang Dunia II banyak tempat yang sudah dilakukan penggalian di seluruh Jepang, dan ditemukan banyak benda-benda zaman Paleolitik. Diantara alat-alat yang ditemukan ini ada alat-alat utama, yang dibuat dari memotong permukaan batu, dan serpihan batu, yang dibuat dari serpihan batu yang terlepas dari potongan batu yang lebih besar. Ada sedikit keraguan bahwa orang-orang yang menggunakan alat-alat yang ditemukan ini adalah berasal dari orang yang pindah dari benua Asia ke Jepang. Di satu sisi, jalur darat melalui apa yang sekarang disebut sebagai Korea dan selat Tsushima membuat perpindahan penduduk dari semenanjung Korea ke Jepang ini mungkin, sementara jalur yang lain, melalui apa yang sekarang disebut dengan Selat Souya dan Selat Tsugaru, memungkinkan masuk ke Jepang melalui Asia Timur Laut.

Zaman Prasejarah di Jepang
Peta Jepang dari Britannica

Zaman Paleolitik di Jepang dimulai dari sekitar 30.000 sampai 10.000 tahun yang lalu, walaupun ada perdebatan yang baru yang menyebutkan bahwa zaman Paleolitik Kuno dimulai sejak 35.000 BCE. Tidak ada yang diketahui secara pasti dari budaya di zaman ini, meskipun sepertinya terlihat bahwa orang-orang di zaman ini hidup dengan berburu dan berkumpul, menggunakan api, dan membuat rumah mereka di gua-gua yang ada. Tidak ada artefak yang berhubungan dengan zaman ini di daerah lain di dunia yang ditemukan di Jepang. Karena belum ada pengetahuan mengenai apa yang dinamakan dengan tembikar pada saat itu, zaman ini disebut juga dengan zaman Era Sebelum Tembikar. (Pre-Ceramic Era)

Perubahan cuaca turut berperan di dalam munculnya zaman Mesolitik di dalam budaya Jepang awal, masa di mana fauna yang melimpah dari zaman sebelumnya mulai berkurang dikarenakan populasi manusia yang meluas di daerah ini. Penemuan dari panah dan busurnya yang menjadi faktor dari menurunya populasi fauna yang ada saat itu.

Zaman Joumon (Sekitar 10.500 - 300 SM)

Zaman Sebelum Tembikar ini kemudian diikuti dengan dua zaman yang lebih tercatat dengan baik, yaitu Zaman Joumon dan Zaman Yayoi. Zaman Joumon diambil namanya dari jenis tembikar yang ditemukan di kepulauan Jepang; penemunya yait seorang ahli zoologi dan Amerika abad ke-19, Edward S. Morse, menyebut tembikar joumon ("tanda tali") untuk menggambarkan pola yang ditekan ke tanah liat pada zaman tersebut. Sebuah teori yang cukup bisa dipertanggungjawabkan mengatakan bahwa periode tersebut dimana tembikar zaman Joumon itu digunakan adalah dari 10.500 tahun yang lalu hingga sekitar abad ke-3 SM. Dari ciri-ciri umum dari kebudayaan Neolitik di seluruh dunia — perkembangan dari alat-alat seadanya dari batu yang dipotong menjadi alat dari batu yang dipotong yang sudah terpoles dengan baik, mulai adanya teknologi pembuatan gerabah atau tembikar, awal mulai dari pertanian dan penggembalaan hewan di padang rumput, mulai adanya teknologi tenun ikat pada kain, dan pendirian monumen yang menggunakan batu-batu besar—dua yang pertama adalah ciri yang paling menonjol dari zaman Joumon, tapi yang tiganya lagi belum muncul sampai zaman yang berikutnya yaitu zaman Yayoi. Tembikar, misalnya, pertama ditemukan di Kyushu Utara (pulau yang terletak di paling Selatan dari empat pulau utama Jepang) sekitar 10.500 SM, di era yang disebut dengan Zaman Awal Joumon. Walaupun pengaruh dari luar daerah tersebut dicurigai ada, namun tembikar di Kyushu itu ada sebelum adanya temuan yang berasal dari Cina menandakan hal ini bahwa tembikar itu adalah teknologi yang dimulai sendiri dari sini tanpa pengaruh dari luar. Zaman Joumon ini lebih tepat digambarkan sebagai budaya Mesolitik, sementara Zaman Yayoi itu lebih tepat digambarkan sebagai budaya yang sepenuhnya Neolitik.

Kegiatan pembuatan tembikar ini, begitu sangat berkembang, dan karya-karya dari masyarakat di Zaman Joumon ini sangat bervariasi dan memiliki kekompleksan dalam bentuk dan juga dari segi artistiknya. Merupakan hal yang lazim di dalam melihat perubahan yang terjadi di dalam pembuatan tembikar ini menjadi pembabakan zaman tembikar ini ke dalam 6 babak, yaitu:
  1. Incipient (sekitar 10.500–8000 SM)
  2. Initial (sekitar 8000-5000 SM)
  3. Early (sekitar 5000 - 2500 SM)
  4. Middle (sekitar 2500 - 1500 SM)
  5. Late (sekitar 1500 - 1000 SM)
  6. Final (sekitar 1000 - 300 SM)
Karena budaya dari zaman Joumon ini tersebar di seluruh kepulauan Jepang, bisa kita lihat perbedaan-perbedaan dari tembikar yang ada di wilayah-wilayah yang berbeda, dimana gabungan dari urutan kronologis dan juga perbedaan wilayah ini menyebabkan evolusi yang terjadi di era tembikar ini menjadi sangat kompleks.

Tembikar-tembikar dari Babak Incipient dan Initial ini meliputi bentuk-bentuk tembikar yang bentuknya seperti kapal dan bentuk seperti peluru. Sementara di Babak Early, bentuk kapal ini di daerah Timur Jepang mulai berubah menjadi ke bentuk silinder, dengan dasar yang rata, dimana bagian dindingnya berisi campuran serat-serat tumbuhan. Di Babak Middle mulai ada cara cepat di dalam teknik pembuatan tembikar, dimana tembikar yang dibuat di daerah pegunungan tengah yang dianggap sebagai yang terbaik dari seluruh era Zaman Joumon ini. Permukaan dari bentuk kapal silinder ini ditutupi dengan pola yang kompleks dari garis-garis tinggi rendah dan pegangan yang diberikan dekorasi-dekorasi. Mulai dari babakan Middle dan selanjutnya mulai banyak pola-pola bentuk dari kapal selam yang dibuat, dan perbedaan yang jelas antara karya yang sederhana dengan karya-karya yang rumit dan kompleks. Karya yang terakhir ini mulai banyak digunakan, yang kemudian ini merupakan jalur transisi menuju ke Zaman Tembikar Yayoi (Babakan Yayoi).

Hunian-hunian di Zaman Joumon banyak ditemukan di berbagai tempat di daerah Jepang ini. Mereka dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu:
  1. Tempat Tinggal Berbentuk Lubang, yang terdiri dari lubang dangkal dengan lantai dari tanah dan ada atapnya.
  2. Tempat tinggal yang dibuat dengan meletakkan lantai bulat atau oval yang terbuat dari batu dan kemudian membuat atapnya.
Sisa-sisa tempat tinggal yang seperti ini ditemukan dalam kelompok, mulai dari 5, 6 lusin hingga beberapa lusin, yang mana ukurannya itu mewakili ukuran pemukiman manusia pada saat itu. Sebagian besar dari tempat tinggal ini berbentuk seperti tapal kuda, dengan ruang di bagian tengahnya yang sepertinya digunakan untuk tempat manusia berkumpul. Tidak ada hal yang diketahui secara pasti yang berkaitan dengan organisasi politik atau pun sosial pada zaman tersebut. Dapat disimpulkan bahwa setiap rumah tangga terdiri dari beberapa anggota keluarga dan beberapa rumah tangga yang berkumpul menjadi sebuah area pemukiman tersebut dipimpin oleh kepada desa atau dukun.

Masyarakat di Zaman Joumon hidup terutama dari berburu dan memancing dan juga dari mengumpulkan kacang dan akar yang dapat dimakan. Munculnya beberapa pemukiman yang besar dari Babakan Middle dan selanjutnya ditafsirkan oleh beberapa ahli bahwa saat itu sudah terjadi penanaman beberapa jenis tanaman—ada hipotesa yang tampaknya didukung oleh fakta yang ada dimana alat yang berbentuk kapak yang terbuat dari batu itu tidaklah tajam tapi sepertinya digunakan untuk keperluan menggali tanah. Tidak diragukan lagi pada saat itu sudah terjadi cocok tanam untuk tanaman seperti tanaman ubi dan talas, yang mana mungkin tanaman itu memang asli berasal dari daerah tersebut, yang kemudian dirawat, lalu hasil panennya tersebut dibentuk menjadi sejenis roti. Pertanian di masa awal-awal ini nampkannya terkait dengan perkembangan budaya di tengah Zaman Joumon yang berlangsung sekitar 1000 tahun.

Tenunan dari serat masih belum diketahui, meskipun keranjang tenunan telah ditemukan di zaman tersebut. Temuan Arkeologi menunjukkan bahwa pakaian saat itu sebagian besar tersebut dari kulit kayu. Aksesoris untuk tubuh antara lain gelang yang terbuat dari kulit kerang, anting-anting yang terbuat dari batu dan tanah liat, dan kalung serta hiasan rambut yang terbuat dari batu atau dari tulang dan tanduk binatang. Dari bagian akhir era tersebut, kebiasaan mengasah gigi menyebar di seluruh kepulauan Jepang, yang mungkin dilakukan sebagai ritual yang menandai pencapaian kedewasaan dari seorang manusia.

Tidak ada pemakaman khusus yang ditemukan, dan tubuh dari manusia yang meninggal pada zaman tersebut dimakamkan di dalam sebuah lubang kecil yang digali di dekat tempat tinggalnya. Kadang mayat tersebut dimakamkan dengan lutut yang mengarah ke atas atau dengan batu yang ditempelkan di dada mayat tersebut, mungkin cara pemakaman yang seperti ini ada hubungannya dengan makna keagamaan atau makna magis saat itu. Sejumlah besar patung-patung tanah liat telah banyak ditemukan, banyak patung yang berbentuk tubuh perempuan yang mungkin merupakan benda-benda magis terkait dengan kultus kesuburan primitif di saat itu.

Selama bertahun-tahun, para sarjana mengatakan bahwa pembawa budaya dari Zaman Joumon ini adalah leluhur Ainu, atau penduduk asli Jepang bagian Utara. Penyelidikan ilmiah dari tulang belulang yang berasal dari masyarakat Joumon pada saat itu yang dilakukan sejak awal abad ke-20, bagaimanapun telah menyangkal teori ini. Orang-orang Zaman Joumon ini mungkin disebut dengan proto-Jepang, dan mereka tersebar di seluruh kepulauan. Terlepas dari karakter yang muncul dari perbedaan pada zaman atau pada tempat di mana mereka berada, mereka tampaknya telah membentuk sebuah karakter yang cukup konsisten. Orang Jepang yang ada saat ini merupakan campuran dari orang dari benua Asia dan orang dari wilayah Pasifik Selatan, yang kemudian beradaptasi dengan lingkungan yang ada di mana mereka berada. Ada bukti yang menunjukkan bahwa ada pergerakan manusia dari Timur melintasi Siberia dan masuk ke Jepang melalui Pulau Sakhalin dan Pulau Hokkaidou. Namun hal ini belum bisa dibuktikan ada kaitannya dengan masyarakat yang di Era Awal Tembikar, tetapi tidak bisa juga dipastikan bahwa mereka sama sekali tidak terkait.

Zaman Yayoi (Sekitar 300 SM - 250 M)

Budaya Yayoi baru yang muncul di Kyushu, sementara budaya Joumon masih mengalami perkembangan di tempat lain, menyebar secara bertahap ke arah Timur, melampaui budaya Joumon, hingga mencapai Distrik Utara Honshu (pulau terbesar di Jepang). Nama Yayoi berasal dari nama distrik yang ada di Tokyo dimana pada tahun 1884, penemuan tembikar dari zaman ini menjadi perhatian besar dari para peneliti. Tembikar di Zaman Yayoi dibakar di temperatur yang jauh lebih tinggi ketimbang tembikar yang ada di Zaman Joumon dan dibentuk di alat pemutar (perbot). Zaman ini dibedakan dari penggunaan teknik yang jauh lebih maju dan juga ditandai dengan tidak adanya dekorasi yang biasanya menjadi ciri dari tembikar yang ada pada Zaman Joumon. Tembikar ini dipakai untuk penggunaan praktis sehari-hari. Hal ini juga dibarengi dengan mulai digunakannya peralatan-peralatan yang terbuat dari logam yang digunakan untuk membuat irigasi pada budidaya padi, yang diperkirakan telah dimulai pada sekitar akhir Zaman Joumon. Secara budaya, Zaman Yayoi ini jauh lebih maju ketimbang Zaman Joumon dan diperkirakan Zaman Yayoi ini berlangsung selama 5 atau 6 abad, dari sekitar abad ke-3 Sebelum Masehi, hingga abad kedua atau ketiga Masehi.

Di Cina, pada abad ketiga dan kedua sebelum Masehi merupakan periode Kekaisaran terpadu di bawah Dinasti Qin (221-207 SM) dan Dinasti Han (206 SM - 220 M) yang mana sudah memasuki Zaman Besi. Pada tahun 108 SM, tentara Kaisar Wudi menduduki daerah Manchuria dan bagian Utara dari semenanjung Korea, dimana kemudian mereka mendirikan koloni yang bernama Lelang (Nangnang) juga tidak koloni lainnya. Koloni-koloni ini berfungsi sebagai basis dari masuknya budaya Cina ke wilayah Korea, yang kemudian menyebar ke wilayah Jepang. Kenyataan bahwa budaya Yayoi sudah mempunyai peralatan besi sejak dari awal, lalu kemudian mulai merambah ke peralatan yang berasal dari perunggu, hal ini mungkin menunjukkan bahwa ada pengaruh dari budaya Han dari Cina yang sudah masuk. Karena besi itu mudah berkarat maka relatif sedikit barang-barang yang terbuat dari besi yang ditemukan, namun tampaknya saat itu barang-barang yang terbuat dari besi sudah banyak digunakan. Barang-barang ini yaitu kapak, pisau, sabit dan cangkul, panah dan pedang. Barang-barang yang terbuat dari perunggu juga bervariasi, termasuk senjata sejenis tombak dua tangan dengan ujung paduan kapak dan bagian lainnya runcing (halberd), pedang, tombak, taku (barang yang berbentuk seperti lonceng yang berasal dari Cina), dan cermin. Halberd, pedang dan tombak tampaknya tidak digunakan di Jepang di dalam kehidupan keseharian mereka. Benda-benda ini berasal dari Cina yang saat itu lebih dianggap sebagai benda yang berharga.

Budidaya padi, kemungkinan diperkenalkan dari daerah delta Sungai Yangtze di Cina bagian Selatan. Ini merupakan hal yang sangat penting di dalam kebudayaan di Zaman Yayoi ini. Tempat bersejarah dan gerabah Yayoi pertama ditemukan di daerah Kyushu bagian Utara. Di sini sudah terlihat teknologi pengolahan sekam padi dan karbonisasi butiran beras. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa budidaya padi ini sudah dilakukan di awal dari Zaman Yayoi ini. Tanda-tanda bekas persawahan, tumpukan kayu sebagai penanda lahan-lahan mereka ini banyak ditemukan di berbagai distrik bersamaan juga dengan ditemukannya saluran irigasi untuk budidaya padi ini yang sudah diperlengkapi dengan bendungan dan saluran irigasi. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi budidaya padi di Zaman Yayoi itu bisa dibilang sudah termasuk cukup tinggi teknologinya. Beras pertama kali ditanam di lahan yang kering, yaitu lahan yang tidak beririgasi dan juga di daerah berawa-rawa. Kita bisa melihat di sini bahwa proses penanaman padi ini melibatkan investasi dari waktu, tenaga kerja dan juga modal yang besar.

Secara umum, pemukiman di masa ini dibangun di dataran rendah untuk memfasilitasi dari sistem pengirigasian padi. Namun ada juga yang dibangun di bukit atau dataran yang tinggi. Tidak jelas apakah hal ini dilakukan sebagai sebuah strategi pertahanan pada masa itu atau apakah hal ini digunakan untuk melakukan budidaya padi kering. Seperti juga di Zaman Jomon, ada 2 jenis hunian di Zaman Yayoi ini, yaitu tipe hunian yang dibangun seperti membuat lubang di dalam tanah dan tipe hunian yang dibangun di permukaan tanah. Tapi juga sebagai tambahan dari hunian tersebut, juga dibangun bangunan yang cukup tinggi dari permukaan tanah yang mereka gunakan untuk menyimpan biji-bijian dan menghindari hasil panen mereka tersebut dimakan oleh hewan-hewan pengerat.

Dengan pengetahuan mereka yang jauh lebih meningkat di Zaman Yayoi ini, pembuatan pakaian merupakan sebuah langkah besar yang sebelumnya di Zaman Jomon ini tidak ada teknologi pembuatan pakaian ini. Kain-kain ditenun menggunakan alat tenun primitif, dan menggunakan serat-serat dari sayuran.

Orang yang meninggal dimakamkan di dalam guci tanah liat besar atau peti mati yang berat. Hal ini merupakan sebuah hal yang umum dilakukan di daerah Kyushu bagian Utara dan juga daerah-daerah di sekitarnya. Peti mati dan guci tanah liat besar ini juga banyak ditemukan di daerah Semenanjung Korea yang mana kemungkinan merupakan asal dari hal ini. Kuburan manusia biasanya ditandai dengan adanya gundukan tanah atau lingkaran batu, tetapi ada juga jenis kuburan yang menggunakan dolmen (yaitu sebongkah batu besar yang diletakkan di atas kuburan dengan cara ditopang oleh batu-batu yang lebih kecil). Karena pemasangan dolmen di atas kuburan ini banyak juga dilakukan di daerah Manchuria dan juga Korea, hal ini diyakini juga sebagai tanda masuknya budaya kontinental. Biasanya, kuburan manusia itu dikelompok-kelompokkan, tetapi kadang ada satu kuburan yang ditemukan terpisah dari yang lainnya. Kuburan seperti ini biasanya dikelilingi oleh parit dan terdapat pedang, manik-manik dan cermin yang dikuburkan bersama-sama di kuburan tersebut. Kuburan khusus seperti ini menunjukkan bahwa pada saat itu masyarakat sudah terbagi menjadi beberapa kelas.

Sementara elemen-elemen budaya baru seperti ini melambangkan telah terjadinya proses migrasi dari Semenanjung Korea atau Cina ke Jepang, namun proses migrasi ini tidak serta merta mengubah karakter orang-orang yang telah lama menghuni pulau-pulau tersebut sejak dari Zaman Jomon. Kebudayaan di Zaman Yayoi ini tidak diragukan lagi menggambarkan percampuran beberapa unsur-unsur baru, tapi kita juga bisa melihat bahwa kebudayaan yang terdahulunya yang ditemukan di seluruh negeri pada Zaman Jomon ini tidak menjadi terganggu dan justru ikut terbawa ke zaman berikutnya. Perbedaan antara Zaman Jomon dan Yayoi ini lebih bisa kita lihat dari proses teknologi yang jauh lebih berkembang lebih pesat ketimbang dilihat dari apa yang tampak pada zaman tersebut. Pandangan seperti ini didukung oleh catatan dari "masyarakat Wo" yang ditemukan di dalam buku sejarah Cina Wei Zhi pada tahun 297 M.

Peristiwa Bersejarah di Cina

Jepang muncul pertama kali dalam sejarah Cina dengan nama Wo (dalam bahasa Jepang, Wa). Sejarah Han mengkaitkannya dengan "di laut lepas Lelang terdapat orang-orang Wo, di mana mereka terbagi menjadi 100 negara bagian dan yang selalu membawa upeti". Lelang merupakan salah satu koloni dari kelompok Han yang ada di Semenanjung Korea. Sejarah dari Dong (Bagian Sebelah Timur) Han (25-220 M) mencatat bahwa pada tahun 57 M "kondisi Nu di Wo" mengirim utusan ke istana Dong Han dan kaisar memberi mereka segel yang terbuat dari emas. "Negara Nu" terletak di yang sekarang disebut dengan nama Teluk Hakata, di Kyushu, merupakan salah satu dari lebih dari 100 negara yang membentuk Wo. Hal ini dikonfirmasi oleh segel emas, yang merupakan segel yang sama yang diberikan oleh kaisar Cina, yang ditemukan di pulau Shikano, di mulut Teluk Hakata pada tahun 1748. Di paruh kedua dari abad kedua, terjadi perang saudara di negara bagian Wo; Ratu Himiko telah menenangkan daerah tersebut dan dengan mengandalkan kekuatan relijiusnya memerintah sebuah konfederasi yang terdiri dari 30 negara bagian yang selalu mengadakan komunikasi dengan kerajaan Wei (220-265/266) di Cina bagian Utara. Wei juga mengirim utusan ke Wo dan hubungan baik antara keduanya berlanjut selama paruh pertama dari abad ke-3. Wei Zhi berisikan informasi rinci mengenai rute dari Lelang ke istana Ratu Wo di "Yamatai".

Para ahli berselisih paham mengenai apakah Yamatai berada di Kyushu bagian Utara ataukan di distrik Kinai (di Pusat Honshu). Kalau ternyata berada di Kyushu bagian Utara, maka gabungan dari negara-negara yang ada tersebut murni merupakan pemerintahan lokal yang tidak terkait dengan istana Yamato di kemudian hari. Namun bila ternyata berada di distrik Kinai, maka sangatlah wajar untuk menganggapnya sebagai leluhur dari kelompok tersebut. Ini akan menimbulkan pemikiran bahwa negara Jepang sudah mencapai penyatuan politik yang cukup besar. Sejarawan Jepang sejak lama sudah berusaha untuk menekankan tingkat penyatuan di Yamatai yang sudah lama sekali terjadi dalam rangka untuk memperluas hubungan Jepang dengan negara-negara Asia Timur lainnya. Tampaknya, Yamatai merupakan pusat kekuatan lokal di Kyushu dan bahwa penyatuan yang lebih lanjut tidak terjadi sampai setidaknya satu abad kemudian.

Komentar