Belajar Bahasa Jepang Lewat Nodame Cantabile

Restorasi Meiji dan Modernisasi Jepang

Artikel mengenai restorasi Meiji dan modernisasi Jepang ini saya terjemahkan sendiri dari ARTIKEL INI. Langsung saja yuk kita simak hasil terjemahan saya pada tulisan di bawah ini.

Pada tahun 1868 keshogunan Tokugawa yang memerintah Jepang di zaman Feudal, kehilangan kekuasaannya dan kekaisaran dikembalikan ke posisinya yang tertinggi. Kaisar memberi nama “Meiji” (Masa Pencerahan) sebagai nama untuk masa pemerintahannya, zaman ini dikenal juga dengan istilah Restorasi Meiji.

Pemerintahan dari Kaisar Meiji

Ketika Kaisar Meiji ditetapkan sebagai pemimpin tertinggi di Jepang pada tahun 1868, negara Jepang pada saat itu merupakan negara yang lemah dari segi militer, lebih merupakan negara agriculture atau negara pertanian, dan perkembangan teknologinya juga sedikit. Jepang saat itu dikendalikan oleh ratusan dari tuan-tuan tanah yang ada. Kekuatan dari negara Barat antara lain Eropa dan Amerika Serikat memaksa negara Jepang untuk menandatangani perjanjian yang membatasi kontrol mereka atas perdagangan luar negeri mereka dan kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang asing di Jepang tidak akan diadili di pengadilan Jepang namun akan diadili oleh pengadilan dari Barat. Saat zaman Meiji berakhir, dengan kematian sang Kaisar pada tahun 1912, kondisi di Jepang:
  • Pemerintahan birokrat yang sangat terpusat.
  • Sebuah konstitusi yang menciptakan sebuah parlemen yang dipilih.
  • Sistem transportasi dan komunikasi yang berkembang dengan sangat baik.
  • Populasi yang berpendidikan tinggi yang bebas dari pembatasan kelas pada zaman Feodal
  • Sektor industri yang berkembang pesat dengan teknologi yang terbaru dan
  • Tentara dan angkatan laut yang kuat
Jepang memperoleh kembali kontrol penuh mereka atas perdagangan luar negerinya dan juga sistem legalitas mereka dan Jepang juga menang di 2 perang (salah satu dari perang tersebut adalah menghadapi kekuatan besar Eropa yaitu Rusia) dan juga Jepang saat itu berhasil mengembangkan kemandiriannya dan berada di level yang sama tinggi di dalam hubungan internasional. Dalam waktu kurang dari satu generasi, negara Jepang sudah berhasil melampaui target capaian mereka dan dalam proses tersebut telah juga merubah kondisi masyarakatnya. Kesuksesan negara Jepang dalam memodernisasikan dirinya telah menimbulkan ketertarikan dunia yang cukup tinggi akan bagaimana mereka berhasil mengadopsi sistem sosial politik dan ekonomi dari negara Barat dalam waktu yang begitu singkat.

Satu jawaban dari pertanyaan ini dapat kita temukan dari Restorasi Meiji itu sendiri. Revolusi politik mengembalikan kekuatan kembali kepada Kaisar, tapi Kaisar tidak memerintah secara langsung. Dia menerima saran dari grup yang sudah berhasil menumbangkan keshogunan dan dari grup inilah muncul sejumlah kecil orang muda yang mempunyai ambisi, kemampuan dan juga mempunyai rasa nasionalis yang tinggi yang berasal dari kelas samurai yang lebih rendah yang mengambil kendali dan menetapkan sistem politik yang baru. Pada awalnya, kekuatan mereka hanya dari kenyataan bahwa Kaisar menerima saran dari mereka dan dari beberapa kalangan feodal yang kuat yang memberikan dukungan militer kepada mereka. Mereka bergerak dengan cepat untuk membangun sistem ekonomi dan kekuatan militer mereka. Di bulan July 1869 para tuan tanah diminta untuk menyerahkan wilayah mereka dan di tahun 1871 wilayah-wilayah ini kemudian dihapus dan diubah menjadi bentuk-bentuk prefektur dari sebuah negara pusat yang bersatu.

Para tuan tanah dan kelas samurai ditawari gaji tahunan, yang di kemudian hari dirubah menjadi pembayaran satu kali yang dibayarkan melalui obligasi pemerintah. Kelas samurai kehilangan hak-hak istimewa mereka, saat pemerintah mengumumkan bahwa semua kelas di masyarakat itu sama (pemerintah menghilangkan adanya kelas-kelas di masyarakat). Pada tahun 1876 pemerintah melarang membawa pedang di jalan-jalan dan kemudian para samurai memotong rambut mereka seperti layaknya potongan rambut ala Barat dan kemudian beralih profesi mereka, ada yang masuk ke bisnis dan ada yang bekerja.

Pasukan dari masing-masing wilayah dibubarkan, dan pasukan nasional yang didasarkan oleh undang-undang pun dibentuk pada tahun 1872, dimana setiap orang diwajibkan untuk ikut serta dalam wajib militer selama 3 tahun. Sistem pajak kemudian juga ditetapkan dimana pajak dibayarkan dalam bentuk uang dan bukan dalam bentuk beras, dimana hal ini memungkinkan pemerintah untuk menstabilkan anggaran nasional. Hal ini memberikan pemasukan bagi pemerintah untuk membangun kekuatan negara Jepang.

Membasmi Pemberontakan dan Perlawanan Dari Para Samurai

Walaupun perubahan-perubahan ini dibuat atas nama kaisar dan negara, hilangnya hak-hak istimewa dari kelas-kelas masyarakat ini menimbulkan perlawanan dan pemberontakan. Saat para pimpinan tinggi Jepang pergi ke Eropa dan Amerika untuk mempelajari dalam rangka mempelajari gaya Barat di dalam memimpin negara, kelompok-kelompok konservatif yang ada berpendapat bahwa Jepang seharusnya menanggapi penolakan yang dilakukan oleh negara Korea di dalam merevisi perjanjian lama mereka dengan sebuah serbuan ke sana. Hal ini akan membantu para samurai di dalam mendapatkan kembali kepentingan mereka. Namun para pemimpin tersebut dengan cepat kembali dari Eropa dan membangun kembali kendali mereka di dalam negara Jepang dan mengatakan bahwa negara Jepang sebaiknya berkonsentrasi terhadap proses modernisasi negaranya dan bukannya terlibat dengan peperangan dengan negara lain.

Untuk 20 tahun berikutnya yaitu di tahun 1870 dan 1880an, prioritas dari negara Jepang tetap menangani reformasi di dalam negeri Jepang itu sendiri meliputi perubahan-perubahan yang dilakukan di dalam bidang sosial dan ekonomi mengikuti model dari negara-negara Barat yang telah maju. Pukulan telak terhadap para samurai terjadi pada tahun 1877 di pemberontakan Satsuma dimana tentara yang baru dibentuk oleh pemerintah yang dilatih dan dipersenjatai oleh senjata-senjata modern dari Barat mengalahkan perlawanan terakhir dari para samurai tersebut. Transformasi yang terjadi di dalam negara Jepang berlangsung dengan energi dan kecepatan yang tinggi dan didukung oleh rakyat Jepang. Fenomena ini yang menjadi karakteristik utama dari sejarah modern Jepang.

Ideologi

Dalam upaya menyatukan bangsa Jepang agar bisa sejajar dengan bangsa Barat, para pemimpin di zaman Meiji menciptakan ideologi sipil yang berpusat kepada kaisar. Meskipun sang kaisar tidak memiliki kekuatan politik namun kaisar sudah dari lama dipandang sebagai sebuah simbol budaya Jepang dan perpanjangan dari sejarah. Kaisar merupakan kepala dari agama Shinto, agama asli dari negara Jepang. Menurut kepercayaan Shinto ini, kaisar merupakan keturunan dari dewa matahari dan dewa-dewa yang menciptakan negara Jepang dan oleh karena itu dipercaya bahwa kaisar itu merupakan setengah dewa. Orang-orang dari Barat mengenal kaisar sebagai figur seremonial. Di pemimpin di zaman reformasi Meiji ini membuat kaisar dan agama Shinto menjadi sesuatu yang sangat penting, dan kemudian menggantikan agama Budha sebagai agama nasional Jepang dikarenakan oleh alasan politik dan alasan ideologis. Dengan mengkaitkan antara agama Shinto dengan garis kekaisaran, yang ada hubungannya dengan masa-masa kejayaan di zaman dahulu, Jepang tidak hanya memiliki rumah kekuasaan yang tertua di dunia saja namun juga memiliki simbol kuat persatuan nasional yang sudah mengakar sangat lama.

Walau orang-orang jarang sekali melihat kaisar namun mereka mengikuti perintah yang diberikan oleh kaisar tanpa banyak bertanya demi menghargai sang kaisar dan demi persatuan negara Jepang. Faktanya, kaisar itu tidak memerintah. Yang memerintah adalah "penasihatnya" yaitu grup kecil dari beberapa orang yang menjalankan kontrol politik di negara Jepang. Mereka merancang dan melaksanakan program reformasi atas nama kaisar.

Perubahan Yang Terjadi di Bidang Sosial dan Ekonomi

Penghapusan feodalisme mengakibatkan terjadinya perubahan kondisi sosial dan politik yang luar biasa. Jutaan orang sekarang bebas untuk memilih pekerjaan mereka dan bebas untuk bergerak tanpa adanya batasan. Dengan menyediakan keamanan di bidang politik dan keuangan pemerintah memungkinkan terjadinya investasi yang besar di bidang industri dan juga penerapan teknologi-teknologi baru.

Pemerintah yang langsung memimpin dalam hal ini, membangun jalur kereta api dan perkapalan, telegraf dan sistem telepon, membangun 3 buah galangan kapal, 10 buah lokasi pertambangan, 5 buah pabrik amunisi militer, dan membangun 53 industri konsumen (memproduksi gula, kaca, tekstil, semen, bahan kimia dan produk-produk penting lainnya). Hal ini membutuhkan biaya yang sangat besar dan pada masa itu kondisi keuangan pemerintah tidaklah bagus sehingga pada tahun 1880 pemerintah memutuskan untuk menjual sebagian besar dari industri-industri ini kepada investor swasta kemudian pemerintah juga mendukung kegiatan tersebut melalui pemberian subsidi dan insentif lainnya. Beberapa dari kalangan samurai dan pedagang yang ikut membangun industri ini mendirikan konglomerasi perusahaan besar yang disebut dengan istilah "zaibatsu" dimana zaibatsu ini mengendalikan banyak dari sektor industri modern di Jepang.

Pemerintah juga memperkenalkan sistem pendidikan dan juga undang-undang, menciptakan parlemen yang terpilih yang dinamakan dengan 国会 (Kokkai). Mereka melakukan hal untuk menyediakan lingkungan yang baik bagi pertumbuhan nasional, memperoleh penghargaan dari dunia Barat dan mendukung pembangunan dari sebuah negara yang modern. Di zaman Tokugawa, sistem pendidikan sudah menyebar dengan luas dan pada tahun 1872 pemerintah menetapkan sistem nasional untuk memberikan edukasi kepada seluruh masyarakat Jepang. Di akhir dari zaman Meiji, hampir setiap orang sudah menyelesaikan pendidikan gratis yang diberikan oleh pemerintah selama 6 tahun. Pemerintah mengawasi sekolah-sekolah yang ada, memastikan bahwa selain pelajaran-pelajaran seperti pelajaran matematika dan kemampuan membaca diberikan, semua siswa perlu untuk mempelajari "pendidikan moral" yang menekankan betapa mereka perlu untuk mengabdi kepada kaisar, negara Jepang dan juga keluarga mereka.

Undang-undang tahun 1889 dibuat oleh kaisar untuk diberikan kepada seluruh masyarakat dan hanya kaisar dan penasihatnyalah yang dapat mengubahnya. Parlemen yang berhasil dibentuk berdasarkan pemilihan dimulai pada tahun 1890 namun hanya sekitar 1% saja dari masyarakat kaya yang dapat ikut memilih. Pada tahun 1925 undang-undang ini dirubah dan membolehkan semua pria untuk ikutan memilih namun tidak untuk perempuan.

Untuk memperoleh pengakuan dari negara-negara Barat dan untuk bisa meyakinkan mereka agar merubah perjanjian mereka dengan Jepang dimana saat itu Jepang dipaksa untuk menandatangani perjanjian pada tahun 1850an, Jepang merubah keseluruhan sistem hukumnya. Negara Jepang kemudian mengadopsi hukum pidana dan sistem hukum yang meniru model Perancis dan Jerman. Negara-negara Barat kemudian menyetujui untuk melakukan revisi terhadap perjanjian tahun 1894 tersebut, mengakui kesetaraan Jepang dalam hal ini meskipun tidak dalam kekuatan di dalam kancah internasional.


Kondisi Internasional Saat Itu: Kolonialisme dan Ekspansi

Pada tahun 1894 Jepang berperang melawan negara Cina karena kepentingannya di daerah Korea, yang diklaim negara Cina sebagai negara bawahannya. Semenanjung Korea merupakan bagian yang paling dekat dengan Jepang, kurang dari 100 mil jaraknya melalui laut, dan negara Jepang juga khawatir bahwa negara Rusia akan bisa menguasai negara Korea yang saat itu merupakan negara yang lemah. Jepang saat itu menang perang dan menguasai Korea dan menjadikan Korea sebagai koloninya. Kemenangan Jepang terhadap Cina ini mengejutkan dunia dan membuat khawatir negara-negara Eropa.

Pada saat itu negara-negara Eropa mulai mengklaim hak-hak khusus mereka di negara Cina seperti misalnya negara Perancis dengan koloninya di daerah Indocina (Vietnam, Laos dan Kamboja) mengklaim daerah mereka di Selatan Cina; negara Inggris juga mengklaim bagian mereka di daerah Selatan Cina dekat dengan Hongkong, dan kemudian mengklaim pula daerah di sungai Yangtze. Lalu negara Rusia, yang membangun jalur kereta api melalui Siberia dan Manchuria, mereka tertarik untuk menguasai daerah Utara Cina. Setelah kemenangan Jepang atas negara Cina, Jepang menandatangani perjanjian dengan negara Cina yang memberikan hak khusus bagi Jepang atas Semenanjung Liaotung di Cina, juga wilayah Taiwan. Namun kemenangan Jepang ini hanya berlangsung singkat saja. Dalam waktu satu minggu, negara-negara Perancis, Rusia dan Jerman menggabungkan kekuatan mereka untuk menekan negara Jepang agar negara Jepang melepaskan daerah Semenanjung Liaotung di Cina tersebut. Kemudian negara-negara Eropa ini mulai memaksa Cina untuk memberikan kepada mereka pelabuhan, pangkalan angkatan laut dan hak ekonomi khusus yang pada akhirnya Semenanjung Liaotung ini dikuasai oleh negara Rusia.

Dengan kejadian ini pemerintah Jepang sangat marah sekali dan mengambil pelajaran dari sini bahwa untuk bisa mempertahankan kemerdekaannya dan diperlakukan sama dalam urusan internasional mereka harus memiliki kekuatan militer yang kuat. Pada tahun 1904, saat negara Rusia kembali mengancam untuk mengambil alih wilayah Korea yang dikuasai oleh Jepang, Jepang sudah jauh lebih siap. Negara Jepang kemudian menyatakan perang dengan negara Rusia dan dengan menggunakan semua kekuatan militernya negara Jepang berhasil memenangkan peperangannya dengan negara Rusia di tahun 1905. Jepang memulai dengan melakukan serangan kejutan di pelabuhan Port Arthur yang membuat Jepang memperoleh kekuasaannya di Laut Cina. Jepang kemudian menguasai Korea dan memantapkan dirinya sebagai kekuatan kolonial di Asia Timur.

Periode 1921-1941 (Dampak Setelah Zaman Meiji)

Reformasi Meiji membawa perubahan yang besar baik di dalam negara Jepang dan posisi Jepang di dunia. Jepang cukup menguatkan dirinya sendiri untuk tetap menjadi negara yang berdaulat dalam menghadapi kekuatan negara-negara penjajah dari Barat dan Jepang juga menjadi negara penjajah itu sendiri. Selama periode Taishou (1912-1926) warga Jepang mulai menyuarakan agar mereka bisa lebih ikut serta lagi di dalam pemerintahan dan lebih banyak lagi kebebasan sosial bagi para warga Jepang. Selama kurun waktu ini, masyarakat Jepang dan sistem politik yang ada di Jepang jauh lebih terbuka daripada masa sebelumnya. Periode ini sering juga disebut dengan istilah periode "Demokrasi Taisho". 

Sampai Perang Dunia I, negara Jepang mengalami peningkatan dan kenaikan yang pesat di dalam perekonomian yang menjadikan negara Jepang ini mempunyai posisi ekonomi yang sangat baik di dunia. Orang-orang di Jepang memiliki lebih banyak uang yang bisa mereka belanjakan, lebih banyak waktu luang dan juga pendidikan yang jauh lebih baik yang didukung dengan berkembang pesatnya media massa. Kebanyakan dari mereka tinggal di kota-kota di mana mereka banyak bersentuhan dengan pengaruh dari luar negeri dan di mana otoritas tradisional dari keluarga besar mulai semakin kurang mempunyai pengaruh. Industrialisasi ini sendiri menggerogoti nilai-nilai tradisional yang ada, lebih menekankan kepada kemandirian, materialisme dan individualisme yang semakin meningkat. Di tahun-tahun ini terjadi kemunculan dari "mass society" yang mana ini sangat mirip sekali dengan fenomena "Roaring 20s" yang terjadi di Amerika Serikat. Di kurun masa ini pula, orang-orang di Jepang mulai menuntut hak pilih mereka yang mereka menangkan pada tahun 1925. Partai-partai politik yang ada semakin meningkatkan pengaruh mereka dan menjadi cukup kuat untuk mereka bisa memilih perdana menteri mereka sendiri antara tahun 1918 dan 1931.

Di akhir dari Perang Dunia I, Jepang mulai memasuki kondisi depresi ekonomi yang cukup parah. Kondisi yang cerah dan optimis di masa Taishou mulai perlahan-lahan hilang. Partai-partai politik di pemerintahan dirusak oleh terjadinya korupsi. Pemerintahan dan militer menjadi semakin kuat sementara parlemen melemah. Sektor industri maju menjadi semakin dikendalikan oleh beberapa bisnis raksasa atau zaibatsu. Selain itu, hubungan internasional Jepang terganggu oleh terjadinya ketegangan perdagangan dan juga oleh penolakan dari internasional atas aktivitas Jepang di negara Cina. Namun keberhasilan negara Jepang dalam bersaing dengan kekuatan Eropa di Asia Timur memperkuat pemikiran bahwa Jepang dapat dan seharusnya bisa memperluas pengaruhnya di daratan Asia dengan kekuatan militernya.

Kebutuhan Jepang akan sumber daya alam dan penolakan yang berulang dari negara-negara Barat akan usaha Jepang untuk memperluas kekuasaannya di Asia membuka jalan bagi kaum militer untuk naik ke tampuk kekuasaan. Ketidakstabilan di dalam hubungan internasional memungkinkan kaum militer sayap kanan untuk pertama mengendalikan kebijakan asing dan kemudian kebijakan domestik. Dengan kaum militer yang mulai menguasai pemerintahan Jepang kemudian Jepang memulai kampanye militer yang agresif di seluruh Asia dan kemudian pada tahun 1941, membom Pearl Harbor.

Kesimpulan

Karakteristik terpenting dari era Meiji ini adalah perjuangan dari negara Jepang untuk mendapatkan pengakuan dari negara-negara Barat dan bisa disetarakan dengan mereka. Negara Jepang sangat berhasil dalam mengatur industri mereka, negara kapitalis yang mengikuti model dari negara-negara Barat. Namun ketika negara Jepang mulai menerapkan apa yang mereka pelajari dari sistem Imperalisme di Eropa, negara-negara di Eropa mulai bereaksi secara negatif. Kekurangan dari negara Jepang hanyalah bahwa mereka masuk ke tatanan dunia yang didominasi oleh negara-negara Barat pada tahap yang terlambat. Penjajahan dan ideologi rasis yang menyertainya, terlalu mengakar di negara-negara Barat tersebut di mana mereka yang pertama kali memulai dan tidak bisa menerima bahwa ada negara lain selain dari negara-negara Barat yang bisa masuk ke dalam persaingan tersebut dan kemudian ingin dianggap setara dengan mereka. Banyak kesalahpahaman yang terjadi antara negara Jepang dengan negara-negara Barat yang dikarenakan oleh rasa keterasingan Jepang dari Barat, yang mana negara-negara Barat tersebut menetapkan standar yang berbeda ketika mereka berurusan dengan negara-negara Barat dengan ketika mereka berurusan dengan kekuatan dari Asia yaitu Jepang.

Komentar